Rekans, di tengah mengikuti hangatnya diskusi dan provokasi utk maen bola (jujur, saya sempat terprovokasi utk ikut maen), saya mendapatkan kabar yang tidak mengenakan dari tanah air. Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua untuk berhati-hati dan waspada. Begini ceritanya: Jumat siang kemaren, tgl 26 Maret, menjelang waktu Shalat Jumat, Ibu saya yang tinggal di Solo di telepon orang yang mengaku "saya", dan mengabarkan bahwa "saya" kecelakaan berat di Australia, tulang patah dan muntah darah terus. Parahnya, orang yang "saya" tabrak dalam kecelakaan itu -salah satunya orang Indonesia juga-, mati, keluarganya tidak terima (ceritanya selalu klasik seperti ini), dan menuntut ganti rugi, kalo tidak mereka akan membunuh "saya" yang sedang sekarat karena kecelakaan d Australia. Tanpa berniat menyalahkan Ibu saya, naluri seorang Ibu tentunya akan panik dan kehilangan akal mendengar anaknya mengalami kecelakaan parah dan terancam di bunuh. Ditambah lagi, bumbu cerita kalo "saya" kecelakaan dan tidak segera ditolong, berarti tidak bisa nerusin kuliah, beasiswa dicabut, dan "saya" terancam tamat karirnya. Ibu tentu semakin terpancing dan panik. Barangkali kaget dalam sepersekian detik itu, beliau terhipnotis. Ibu saya yang biasanya logis dan rasional mendadak linglung, bahkan Bapak saya tdk bisa mencegah tindakan Ibu saya yg tiba2 aneh. Menurut Ibu, orang yang mengaku "saya" itu, suara, logat dan ragam bicaranya mirip saya yg asli sehingga Ibu makin hilang kecurigaan bahwa ini upaya penipuan (barangkali ini bagian dari hipnotis, shg Ibu merasa suara orang itu mirip saya yg asli). Bahkan "saya" juga terus wanti2 kepada Ibu agar tidak bilang kejadian k ttg kecelakaan "saya", alasannya agar Bapak yang baru pulang setelah beberapa minggu di rawat intensif di RS tidak shock dan drop lagi. Termasuk istri saya, kakak, adik, dan sodara2 lain, pembantu, sopir dan tetangga dan polisi tdk boleh d hubungi. Dalihnya Polisi Indonesia percuma di hubungi, karena tdk akan bs membantu sy d luar negeri. Bahkan "saya" minta Ibu utk mencabut telepon rumah, dan membawa sekalian hp Bapak dan hp sopir sbg cadangan agar kalo drop, "saya" tetep bisa hubungi Ibu (si penjahat membuat spy Ibu saya tidak bisa dihubungi dan menghubungi keluarga, ato kelg lain tdk bisa menghubungi rumah dan sopir). Selanjutnya, "saya" meminta Ibu utk menyiapkan uang tunai Rp 300 juta, sbg upaya menyelamatkan nyawa "saya". Uang itu tidak boleh d transfer dan harus dibawa sendiri ke Jakarta saat itu juga. Bahkan di bank, "saya" terus mewanti wanti Ibu kalo di tanya orang bank utk apa mencairkan mendadak, bilang aja ada keperluan mendadak. Saat itu juga dari bank Ibu saya langsung ke bandara. D bandara solo semua penerbangan ke Jkt full booked, terpaksa pindah ke Yogya. Sepanjang perjalanan Solo-Jogja, Ibu sempat curiga, tapi "saya" terus mewanti-wanti Ibu agar Ibu tetep "fokus". Ibu saya terus dibombardir kondisi "saya" yg terus memburuk, pendarahan tidak berhenti dan ancaman dari keluarga "korban" yg emosi pingin membunuh saya utk balas dendam kalo tidak segera dikasih duit. Awalnya Ibu yg sempat curiga karena nomor "saya" yg beda dari biasanya, di bombardir kalo memang telepon "saya" rusak dalam kecelakaan, shg nomor yg sedang dipake pinjeman dari teman "saya" yg saat ini mengamankan dan menyembunyikan "saya" dari ancaman keluarga korban. Sopir yg diminta hape nya oleh Ibu juga sempat bingung tp ga berani protes dan tanya lebih lanjut. Menurut Ibu, sepanjang perjalanan beliau dipandu terus oleh "saya" dan temen "saya". Turun di Cengkareng, Ibu saya diperintahkan untuk menaruh uang kas yg dibungkus dalam mukena itu di semak-semak. Ibu saya sempat berpikir logis dan protes kepada "saya". "Masak uang segini di taruh sembarangan, ntar ilang dong, mendingan saya langsung ketemuan aja ama keluarga korban buat serah terima dan omong baik2, saya sekalian minta tanda terimanya". Tapi sekali lagi dengan lihainya, "saya" berdalih Ibu harus menaruh uang itu di semak depan bandara, nanti teman "saya" dan keluarga korban yg akan urus, kalo tidak saya akan mati karena dibiarkan terus pendarahan. Begitulah akhirnya Ibu mengalah demi nyawa "saya" dan melempar uang itu di semak. Sesaat kemudian beliau baru sadar, dan dalam kondisi lemas, panik dan belum sepenuhnya sadar, segera menelpon kakak dan istri saya yg ada d Jakarta. Sempat ikut panik, mereka langsung mengebel saya yg asli utk konfirmasi. Begitulah akhirnya kami semua baru sadar telah menjadi korban penipuan... Dari cerita singkat Ibu saya (yg masih dlm kondisi panik dan lemah, tp sekaligus bersyukur krn saya yg asli tidak kecelakaan), saya bisa ambil beberapa kesimpulan awal :
1. Pelaku tahu keluarga kami, karena tahu keberadaan saya d Australia dan menyebut banyak nama anggota keluarga kami dengan tepat. 2. Timingnya sangat tepat dilakukan siang hari menjelang Jumatan, karena asumsinya jam segitu lagi ngantuk ngantuknya orang, dan sangat mudah di"kageti". 3. Di tambah lagi saat Jumatan tentunya tidak ada laki-laki di rumah. Hal ini tentunya meminimalisasi upaya calon korban utk mencari second opinion, ato orang lain yang bisa menenangkan dan menyadarkan calon korban (biasanya laki-laki lebih tidak gampang panik, dan sempet berpikir jernih). Kondisinya memang waktu itu sopir kami sedang tidak ada d rumah utk Jumatan, adapun keberadaan Bapak sudah diantisipasi dengan mengeksploitasi kondisi sakit beliau.
Jadi demikian rekans, sekedar berbagai untuk pelajaran bagi kita semua, tolong juga cerita ini bisa disampaikan untuk keluarga yg di tanah air jangan gampang percaya kalo ada yg mengabarkan hal buruk ttg kita d sini, atau sebaliknya. Saran saya, kita bisa sharing nomor telepon d antara kita, paling tidak temen deket dan yg tinggal berdekatan dengan kita, kemudian kirim ke sanak sodara kita, demikian pula sebaliknya. Jadi kalo ada kabar yg aneh2, kita bisa cek n ricek, jangan keburu panik dan tidak bisa berpikir jernih.Kedua sering kontak secara rutin ke rumah utk mengabarkan kondisi kita. Terus terang memang beberapa hari terakhir ini saya hanya menyempatkan sekali sms Ibu saya tanpa menelpon beliau, krn saya lebih menyibukkan diri menyelesaikan tugas yg menyandera otak saya (Nico, 2010).
Mohon maaf kalo alur ceritanya amburadul karena saya juga blm mendapatkan cerita detailnya secara lengkap, yg penting intinya bisa ditangkap. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih atas perhatiannya..
Salam,
Herry Indratno,
POGO-ANU |