Dear Mas Hardian, Sependek pengetahuan saya, black list bisa dihindari. Seorang teman yang mendapat beasiswa dari Fulbright, berhasil meyakinkan sponsor bahwa blio benar-benar tidak dapat meninggalkan keluarga. Akhirnya, blio berangkat tahun berikutnya (kalau tidak salah mesti mengulang proses aplikasi beasiswa dari awal). Namun demikian, saya sangat menyayangkan jika pembatalan beasiswa dan belajar ke luar negeri jadi anda lakukan. Ribuan orang antre untuk mendapatkan beasiswa yang sudah berhasil anda dapatkan. Sayang kalau dilepas. Saya ingin share pengalaman yang mudah-mudahan dapat membatalkan keinginan anda tersebut..:) Meskipun tidak mendapat sertifikat, saya yakin suatu saat sertifikat anda nanti dapat dipergunakan untuk melamar sekolah lebih lanjut. Seorang teman yang belajar di Botswana (non-degree) mendapat jaminan dari seorang professor dari Australia bahwa sebagian nilai matakuliahnya diakui (transfer) bila ia melanjutkan kuliah di uni tersebut, karena uni yang di Botswana tersebut adalah salah satu uni asuhannya (Aussie uni). Kebimbangan yang anda hadapi saat ini sempat juga dihadapi oleh rekan-rekan saya pada minggu-minggu akhir menjelang keberangkatan ke luar negeri. Berbagai pertanyaan diajukan mereka kepada diri sendiri. Ngapain susah-susah ke luar negeri meninggalkan keluarga? Percayalah kebimbangan itu akan semakin berkembang ketika anda sudah benar-benar menginjak negeri orang dan belajar di sana. Sudah jadi kaum minoritas, makanan yang ada bikin sakit perut, bahasanya tidak semua bisa dimengerti, tugas seabreg-abreg, mana musim tidak bersahabat, mesti nunggu bus di tengah hujan salju, sistem hukum yang tidak semuanya kita mengerti, kota yang kita tinggali tidak aman dan sebagainyaaaaa. Kalau sudah begini, pasti deh rasanya mau pulang ke Indo saja. Yah, saya juga mengalami hal serupa. Kebetulan saat ini saya sedang belajar di sebuah negara barat. Berat pada awalnya. Tapi saya coba berfikir positif. Di negara-negara barat, perpustakaan universitasnya seperti istana. Hal yang susah saya dapatkan ketika belajar di universitas negeri di Indonesia yang dana pengadaan bukunya tidak sebanyak di negara barat. Saya harus jadi orang kaya dulu untuk mendapatkan 50 buku dan artikel untuk menyusun satu essay di Indonesia. Mau download artikel mesti bayar berdollar-dollar. Di sini, buku sebanyak itu bisa kita pinjam. Ribuan majalah sudah dilanggan oleh perpustakaan uni dan kita tinggal download gratis. Harga buku di sini juga super mahal, jika dikurs ke rupiah. Tapi di akhir semester buku itu kan bisa dijual lagi. Ratusan komputer uni bisa diakses oleh mahasiswa dan sambungan internetnya cepat dan gratis. Hal positif yang lain adalah networking. Meskipun menjalin network bisa dilakukan dari Indonesia melalui internet, tapi hasilnya akan lebih terasa ketika kita ketemu langsung dengan pakar dan minta nasihat atau rekomendasi dari beliau-beliau yang tinggal di negara barat atau guest lecturers yang diundang oleh universitas di sini. Selain itu, hal positif yang lain adalah pengalaman hidup yang kita dapat di luar negeri. Menjadi kaum minoritas di negeri orang adalah pengalaman hidup saya yang paling berharga dan akan tetap berharga ketika saya pulang ke Indo nanti. Pasti saya lebih toleran terhadap others di negeri kita sendiri (saya termasuk kaum mayoritas di Indo). Kepuasan finansial? Fellowships memang pada umumnya tidak besar. Namun demikian, fellows dari Indo dikenal pandai berhemat, piawai menyiasati stipend dan ulet dalam bekerja sampingan (sepanjang diperbolehkan oleh pemberi beasiswa). Seorang kawan saya masih bisa hidup di sini dengan layak dan mengirim uang bulanan untuk istri (dengan dua anak) yang ditinggal di Indonesia dan masih bisa sedikit jalan-jalan, walaupun oleh sponsor ia tidak diperbolehkan menambah penghasilan dengan bekerja di sini. Jadi, besar kemungkinan tabungan akan sedikit bertambah ketika kita menginjak Cengkareng kembali, asal kita tidak terlalu banyak jalan-jalan. Akhirnya, ketika kita dengan jatuh-bangun dan berdarah-darah (hehe) berhasil melewati term/semester pertama dengan baik (mata kuliah maupun hidup), rasanya kepuasan batin kita dinaikkan satu strip sama Yang di Atas (saya memang agak kege-eran..heheh) Tentang keluarga... memang agak susah untuk membawa keluarga jika waktu studi hanya 10 bulan. Menurut saya keluarga memang mesti diikhlaskan untuk ditinggal di Indonesia. Semoga membantu, Sri --- On Sun, 8/8/10, Hardian Prabianto <hardian.prabianto@
|
__._,_.___
INFO, TIPS BEASISWA, FAQ - ADS:
http://id-scholarships.blogspot.com/
===============================
INFO LOWONGAN DI BIDANG MIGAS:
http://www.lowongan-kerja.info/lowongan/oil-jobs/
===============================
INGIN KELUAR DARI MILIS BEASISWA?
Kirim email kosong ke beasiswa-unsubscribe@yahoogroups.com
http://id-scholarships.blogspot.com/
===============================
INFO LOWONGAN DI BIDANG MIGAS:
http://www.lowongan-kerja.info/lowongan/oil-jobs/
===============================
INGIN KELUAR DARI MILIS BEASISWA?
Kirim email kosong ke beasiswa-unsubscribe@yahoogroups.com
.
__,_._,___