Dear Zahra,
Saya sepakat dengan Panji, Franklin, dan Julius. Pertama, mendapatkan
kontak advisor itu membantu untuk memastikan kontinuitas dana. Dalam
hal ini sebagai TA atau RA. Kalau dalam kondisi kepepet (jaman krismon
gini), kampus harus mencabut bantuan dana assistantships, advisor anda
mungkin masih punya research grant untuk membantu anda. Makanya perlu
kontak advisor. Kedua, dari pengalaman saya, seperti yg dibilang
Julius, banyak departemen yg menerima pelamar tapi belum tentu bisa
membiayai semua pelamar yg diterima (biasanya masalah budget cut).
Ketiga, ini biasanya terkait dengan kurikulum. Saya mahasiswa masters
(fulbright), tapi 2/3 dari kuliah saya diambil di kelas PhD, dan teman2
lab saya juga mahasiswa PhD (saya satu2nya mahasiswa masters di lab).
Saya rasa ini biasa di US, kalo anda jadi berangkat nanti, anda bisa
lihat cukup banyak anak masters yg ambil kelas PhD. Biasanya, yg
membedakan masters dan PhD di US adalah intensitas pengalaman riset.
Ukuran yg paling awal, first-year project, kemudian jumlah publikasi
riset selama kuliah ke jurnal2 yang impact score-nya cukup tinggi.
Tahun pertama, yg saya tahu, mahasiswa doktoral diminta membuat
first-year project, yaitu riset tahun pertama. First-year project ini
belum tentu berhubungan dengan disertasi tapi menentukan apakah anda
bisa lanjut ke tahun kedua. Artinya, tahun pertama anda sudah butuh
seorang 'research advisor'. Tahun2 berikutnya, sambil ambil coursework,
anda tetap intens riset dengan seorang advisor dan riset2 ini BELUM
tentu berhubungan dengan disertasi, tapi meningkatkan performa publikasi
riset anda. Makanya teman2 lab saya selalu complain, kalau riset
sampingan begini terus, tuntutan lulus 4 tahun hampir impossible. Tapi
ini sistem kurikulum PhD di cognitive science, physical science, and
engineering di kampus saya. Saya tidak tahu apakah tuntutannya sama di
bidang bisnis. Ada baiknya Zahra pelajari lewat website universitas2
dan mengkontak professor di sana.
Salam,
Agnes
--- In beasiswa@yahoogroup
wrote:
>
> --- In beasiswa@yahoogroup
azzahrakhairunnisa@ wrote:
> >
> > Dear semuanya,
> >
> > Sambil menunggu pengumuman hasil interview Fulbright, saya dikasih
"warning" oleh AMINEF Jakarta agar segera mencari supervisor untuk
disertasi PhD saya (dalam bidang bisnis).
> >
> > Sepengetahuan saya, bukankan untuk tahun pertama dan kedua mahasiswa
S3 di USA hanya course saja? Kenapa pula mesti mencari supervisor saat
ini? Bukankah research topic justru dapat didiskusikan selama kita
mengikuti course sambil mencari supervisor yang tepat? Apa gunanya pula
mencari supervisor kalo ternyata nanti setelah disana ternyata topik
yang diangkat dianggap kurang pas? Jadi sepemahaman saya, mencari
supervisor kok kurang relevan ya untuk saat ini.
> >
> > Mohon sharing dari teman2 yang ambil PhD di USA atau awardee
Fulbright untuk PhD. .
> >
> > In the middle of confusing,
> >
> > Zahra
> >
> >
>
> Because it shows that you are serious about pursuing a PhD.
> There are many departments that admit many more students
> into the graduate program than they intend to continue funding
> nor allow to continue. As a result, many of them end up
> having to leave with a masters degree.
>
> Besides, the point of enrolling in a PhD program is to get a
> PhD, which by definition requires novel research contribution.
> And you need a supervisor regardless.
>
> Julius
>
http://id-scholarships.blogspot.com/
===============================
INFO LOWONGAN DI BIDANG MIGAS:
http://www.lowongan-kerja.info/lowongan/oil-jobs/
===============================
INGIN KELUAR DARI MILIS BEASISWA?
Kirim email kosong ke beasiswa-unsubscribe@yahoogroups.com
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe