Untk kasus yg kwan bpak alami ini sebenarnya hanya suatu permasalan yg hampir kurang lbih dialami tenaga pengajar lain di indonesia.
Pada dasarnya guru atau dosen adlah pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi mereka bth penghargaan lebh atas ilmu yg mereka ajarkan.
Penghargaan inilah yg mash sangat kurang di negeri kita. Daripada korupsi di negeri sendiri lbih baik menjual ilmu dngan harga yg panta:s di negeri orang.
Karena setiap manusia punya cita cita n angan angan.dan setiap manu:sia punya keperluan trsndiri.
Jadi kunci semua ini adalah uang dan bukan rela bekorbn. Karna untk mendapatkan gelar s3 tidaklah murah
Jadi hargailah rakyat jika negara ini ingin maju.
Salam Mas Ojo,
Terimakasih atas sharing pengalamannya. Membaca cerita Mas Ojo, saya tergoda untuk bertanya2 dalam hati, beliau (teman Mas Ojo) mengambil kesempatan menjadi pengajar di UTM itu sebenarnya bagaimana duduk perkaranya:
1. Ketakutan anaknya tidak bisa mengikuti pendidikan di SD di Indonesia
2. Membuat jejaring riset antar institusi tempat beliau mengajar di Indonesia dengan UTM
3. Pengalaman mengajar di institusi asing sebagai pengayaan secara professional
4. Motivasi lain, motif finansial misalnya?
Tentu bukan Mas Ojo yang tahu niat apa sebenarnya yang menjadi latar belakang utama praktik2 semacam ini. Hemat saya, kembalikan saja kepada beliau yang menjalankannya. Hati nurani yang berbicara.
Di tengah carut-marut keadaan bangsa kita secara ekonomi, sosial, politik, termasuk berbagai bencana alam serta 'pelecehan' negara asing terhadap bumi pertiwi (penjarahan emas di Freeport, dan lain-lain termasuk Malaysia sendiri yang sering mempunyai persoalan dengan bangsa kita), mengapa beliau memutuskan untuk mengajar di UTM. Apa yang sebenarnya yang menjadi pemicu niat beliau, wallahualam, hanya beliau dan Penciptanya yang tahu.
Mengenai konsekuensi lanjutan dari keputusan yang beliau ambil tersebut pada akhirnya berpulang juga secara eksplisit pada niat awalnya. Sebagai contoh, bila point 2 dan 3 yang menjadi niat awal yang utama, alhamdulillah, tentunya beliau akan mengutamakan keuntungan kerjasama riset itu untuk kepentingan institusi tempat mengajarnya di Indonesia, dan segala trade-offs yang terjadi, termasuk minimumnya kehadiran beliau secara fisik di tempat mengajar di Indonesia (sebagai dosen terbang) serta model kerjasama riset yang *hanya* dengan mencantumkan nama instutusi di Indonesia bersandingan dengan nama UTM, sudah dipertimbangkan masak-masak, benar-benar untuk kebaikan di pihak negeri tempat beliau selayaknya berbakti (a.k.a ibu pertiwi).
Bila motif lain yang menjadi niat awalnya secara utama (termasuk point 1 dan 4), maka itu juga kembali lagi pada beliau, kembali pada putra-putra bangsa yang sebenarnya sangat diharapkan untuk menjadi motor utama penggerak perubahan sosial di Indonesia yang sudah terpuruk ini. Sah-sah saja untuk mempunyai motif-motif yang tidak relevan dengan kapasitas beliau yang diharapkan sebagai agen perubahan sosial di bumi pertiwi. Namun seyogyanya motif2 yang tidak relevan ini ditempatkan pada prioritas yang jauh dari prioritas utama, terkecuali dalam keadaan darurat atau dalam keadaan yang tidak bisa dihindarkan, seperti misalnya bila tidak mengajar di UTM, anak istrinya akan *maaf* dibunuh misalnya.
Demikian, mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan di hati. Semoga kita diberikan petunjuk dan barokah olehNya. Aamiin Allahuma aamiin.
Salam kebangkitan Indonesia!
-Ida Lumintu-
---------[ Received Mail Content ]----------
> Subject : [beasiswa] [OOT] Sharing ttg Dosen yang berstatus double Lecturer di LN dan di Indonesia
> Date : Wed, 27 Oct 2010 03:19:26 -0000
> From : "ojo_kurdi"
> To : beasiswa@yahoogroups.com
>
>Salam buat teman-teman semua,
>
>Saya ingin meminta pendapat dari kawan-kawan di Milis Beasiswa mengenai kasus yang terjadi di tempat saya belajar di UTM, Malaysia. Ada seorang kawan,dia adalah dosen di salahsatu PTN di Indonesia. Dia sudah habis belajar S3 dan mendapatkan gelar Doktor bulan Juli 2010. Selama belajar dia mendapat beasiswa dari supervisor dia di UTM. Setelah habis belajar dia tidak pulang dengan alasan takut anaknya tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah dasar di Indonesia karena kata orang-orang pelajaran di Indonesia lebih tinggi dan lebih susah, jadi mau nunggu anaknya habis sekolah SD dulu, sekarang anaknya duduk di Kelas 5 SD, tahun depan kelas 6 dan lulus.
>
>Karena alasan itu dia melamar jadi dosen dan diterima di UTM juga mulai kerja bulan Agustus 2010 dan dia telah menandatangani kontrak selama 3 tahun. Untuk statusnya di Indonesia, dia katanya mau mengajukan menjadi dosen terbang, jadi datang ke Universitasnya untuk mengajar mata kuliah yang ditugaskan mungkin beberapa hari saja dalam satu semester, untuk perijinannya dia akan meminta surat tugas dari Dekannya untuk membuat kerjasama riset, dengan demikian dia setiap bulan akan mendapatkan gaji sebagai PNS dari pemerintah kita dan juga gaji sebagai dosen UTM yang jumlahnya sekitar 7 kali lipat dari gaji PNS. Sebagai kontribusi dia akan menyertakan nama Universitas dia di Indonesia berdampingan dengan nama UTM dalam setiap publikasi ilmiah yang dibuat selama kerjasama riset itu.
>
>Dia beralasan mengajukan skema itu karena banyak dosen-dosen yang lain juga dari universitas lain yang mengajar di UTM dengan perijinan yang sama. Sampai sekarang dia belum balik lagi ke Indonesia untuk membuat perijinan itu, baru akan dibuat, entah kapan. Nah saya sudah coba tanya teman-teman dari negara lain seperti Pakistan, kata mereka hal itu tidak dibenarkan dan tidak pernah ada, kalau mau ngajar di Malaysia mereka diharuskan mengundurkan diri dari universitasnya di Pakistan.
>
>Nah bagimana pendapat teman-teman, apakah hal seperti itu bisa dibenarkan atau tidak? Pemerintah kita, dalam hal ini universitas dia dan mahasiswa dia dirugikan atau tidak? Dan double salary-nya dibenarkan atau tidak? Kalau seandainya di jurusan dia banyak yang apply hal yang sama, apa tidak akan menimbulkan kekacauan di jurusan dia di PTN Indonesianya? Bagaimana menyikapinya?
>
>Demikian dari saya, terima kasih atas pendapat dan masukan teman-teman semua.
>
>Regards,
>
>Ojo
>
>